Manufacturing Consent – Edward S. Herman & Noam Chomsky
Sesuai dengan nama judul bukunya yaitu Manufacturing Consent yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah membangun kesepakatan , atau tanggapan yang baik. Intinya adalah bagaimana kita mengemukakan sesuatu dan pihak lain setuju atau sepakat dengan apa yang kita utarakan dengan memberikan landasan pemikiran yang mana landasan itu bisa jadi tidak tepat dan ada unsur untuk menggiring orang lain agar setuju dengan keinginan kita. Kira-kira inilah isi buku karangan Noam Chomsky ini
- Sudah adilkah Media Massa kita ?
- Bagaimana membedakan berita yang bersifat propaganda dan mana berita yang memang sesuai kenyataannya ?
- Apakah berita yang kita terima sepenuhnya benar ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin bisa digambarkan jawabannya oleh buku ini. Terlebih di tahun politik di Indonesia di mana masyarakat disuguhi berbagai berita yang benar, hoax, ataupun yang bersifat propaganda, buku ini bagus sekali untuk dijadikan rujukan agak kita tidak terjebak dan termakan oleh berita yang salah dan bahkan lebih parah ikut menyebarluaskannya. Media sama berbahayanya dengan senjata.
Quotes menarik dari buku ini
A propaganda model focuses on this inequality of wealth and power and its multilevel effects on mass-media interests and choices. It traces the routes by which money and power are able to filter out the news fit to print, marginalize dissent, and allow the government and dominant private interests to get their messages across to the public.
Model propaganda berfokus kepada ketidaksetaraan kekayaan dan kekuasaan serta berbagai efeknya pada kepentingan dan pilihan media masa. Dengan propaganda model kita dapat mengetahui bagaimana uang dan power dapat menyaring berita yang cocok untuk dicetak , meminggirkan perbedaan pendapat, dan memungkinkan pemerintah dan kepentingan pribadi yang berkuasa untuk dapat menyampaikan pesannya kepada masyarakat.
Gambar di atas adalah ilustrasi propaganda model bagaimana suatu berita mentah (Raw News) akan disaring dan terus disaring sehingga hasilnya adalah berita yang kita lihat (What You See). Jika memang seperti itu artinya berita yang kita terima adalah hanya berupa “ampas” berita yang mana ini tidak sesuai dengan dasar-dasar jurnalistik. Filter-filter inilah yang dinamakan dengan propaganda model.
The essential ingredients of our propaganda model, or set of news “filters,”fall under the following headings: (1) the size, concentrated ownership, owner wealth, and profit orientation of the dominant mass-media firms; (2) advertising as the primary income source of the mass media; (3) the reliance of the media on information provided by government, business, and experts” funded and approved by these primary sources and agents of power; (4) “flak” as a means of disciplining the media; and (5) “anticommunism” as a national religion and control mechanism.
Bagian-bagian propaganda model atau yang disebut dengan filter adalah sebagai berikut :
1. First Filter : Size, Ownership, and Profit Orientation of the Mass Media
(Saringan Pertama : Ukuran, besaran kepemilikan, kekayaan pemilik, dan orientasi laba dari perusahaan media massa
In sum, the dominant media firms are quite large businesses; they are controlled by very wealthy people or by managers who are subject to sharp constraints by owners and other market-profit-oriented forces; and they are closely interlocked, and have important common interests, with other major corporations, banks, and government. This is the first powerful filter that will affect news choices.
Singkatnya, perusahaan media yang besar adalah sebuah bisnis yang besar, mereka di kontrol oleh orang-orang kaya, oleh para manager yang tunduk kepada pemilik perusahaan dan berpikiran hanya mengejar keuntungan. Dan mereka biasanya saling dekat dan memiliki kepentingan yang sama dengan perusahaan besar lainnya, bank dan pemerintah. Ini adalah filter pertama yang sangat kuat yang akan mempengaruhi berita
2. Second Filter The Advestising License to do Business
( Saringan kedua: Iklan sebagai sumber pendapatan utama media massa)
Before advertising became prominent, the price of a newspaper had to cover the costs of doing business. With the growth of advertising, papers that attracted ads could be a copy price well below production costs. This put papers lacking in advertising at a serious disadvantage: their prices would tend to be higher, curtailing sales, and they would have less surplus to invest in improving the saleability of the paper (features, attractive format, promotion, etc.). For this reason, an advertising-based system will tend to drive out of existence or into marginality the company media and types that depend on revenue from sales alone.
With advertising, the free market does not produce a neutral system in which final buyer choice decides. The advertisers’ choices influence media prosperity and survival
Sebelum iklan menjadi populer, untuk melakukan bisnis maka sumber utama adalah dari hasil penjualan koran. Dengan adanya pemasukan dari iklan maka biaya produksi bisa berkurang dan pemasukan perusahaan media tidak hanya mengandalkan penjualan koran saja. Sehingga jika suatu perusahaan media kurang bagus dalam periklanannya, maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian yang serius, dimana harga koran mereka akan lebih mahal, penjualan terbatas , dan mereka akan memiliki surplus lebih sedikit untuk berinvestasi untuk meningkatkan pelayanan mereka , misalnya dalam hal fitur, format yang lebih menarik, promosi dan lainnya. Karena alasan inilah sistem media yang berdasarkan iklan (dimana iklan sangat berpengaruh kepada perusahaan) maka cenderung akan menghancurkan suatu perusahaan tersebut yang pemasukannya dari penjualan koran saja.
Dengan adanya iklan, pasar bebas tidak menghasilkan sistem yang netral dimana pembelilah (pengguna media/pembeli koran) yang memutuskan, tapi yang menentukan adalah pengiklan yang menentukan makmur dan langgengnya perusahaan media.
3.Third Filter : Sourcing Mass-Media News
(Saringan Ketiga : Ketergantungan media pada informasi yang disediakan oleh pemerintah, bisnis, dan para ahli yang didanai dan disetujui oleh sumber-sumber utama dan agen kekuasaan )
The media need a steady, reliable flow of the raw material of news. They have daily news demands and imperative news schedules that they must meet. They cannot afford to have reporters and cameras at all places where important stories may break. Economics dictates that they concentrate their resources where significant news often occurs, where important rumors and leaks abound, and where regular press conferences are held. The White House, the Pentagon, and the State Department, in Washington, D.C., are central nodes of such news activity.
Another reason for the heavy weight given to official sources is that the mass media claim to be “Objective” dispensers of the news. Partly to maintain the image of objectivity, but also to protect themselves from criticisms of bias and the threat of libel suits, they need material that can be portrayed as presumptively accurate.64 This is also partly a matter of cost: taking information from sources that may be presumed credible reduces investigative expense, whereas material from sources that are not prima facie credible, or that will elicit criticism and threats, requires careful checking and costly research
Media membutuhkan aliran bahan baku berita yang stabil dan dapat diandalkan. Mereka harus terus memberikan berita harian dan jadwal berita penting yang harus terpenuhi. Mereka tidak bisa jika harus memiliki reporter dan camera man di semua tempat di mana suatu kejadian bisa terjadi. Karena masalah ekonomi maka mereka harus menentukan di mana harus mengkonsentrasikan sumber mereka dimana berita penting sering terjadi, di mana desas-desus dan bocoran berita penting akan berlimpah, dan di mana konferensi berita reguler harus dilaksanakan. Hal tersebut akan didapatkan terutama dari Pemerintah sebagai pusat Informasi dan pembuat berita . Untuk Amerika sumber berita itu adalah di White House, Pentagon dan Departement Negara Bagian di Washington DC, yang merupakan simpul-simpul aktivitas berita. Sumber berita adalah pemerintah yang menjalankan sebuah negara, yang membuat kebijakan untuk masyarakat.
Alasan lain kenapa media harus mengambil sumber resmi adalah karena media harus menjadi penyebar berita yang objective. Selain harus menjaga objektivitas , mereka juga harus melindungi diri mereka sendiri dari kritik atau anggapan berat sebelah atau juga melakukan pencemaran nama baik. Media memerlukan material yang dapat digambarkan akurat. Ini juga ada hubungannya dengan uang, di mana jika kita mengambil berita atau informasi dari sumber yang terpercaya maka bisa mengurangi pengeluaran untuk investigasi, sedangkan berita atau informasi dari sumber yang tidak kredibel, atau yang akan menimbulkan kritik atau ancaman, membutuhkan pemeriksaaan yag cermat dan pendalaman yang mendalam.
Inilah sebabnya sumber informasi juga merupakan filter berita, karena intinya berita yang bagus itu adalah MAHAL, dan tidak semua media punya uang untuk mendapatkan berita yang MAHAL itu.
4.Fourth Filter : Flak and The Enforces
(Saringan keempat : Flak dan Pendisiplin Media)
“Flak” refers to negative responses to a media statement or program. It may take the form of letters, telegrams, phone calls, petitions, lawsuits, speeches and bills before Congress, and other modes of complaint, threat, and punitive action. It may be organized centrally or locally, or it may consist of the entirely independent actions of individuals.
If flak is produced on a large scale, or by individuals or groups with substantial resources, it can be both uncomfortable and costly to the media. Positions have to be defended within the organization and without, sometimes before legislatures and possibly even in courts. Advertisers may withdraw patronage.
Flak pengertiannya adalah tanggapan negatif terhadap sebuah penyataan media atau program media. Hal ini dapat berbentuk surat, telegram, telpon, petisi , tuntutan hukum, pidato dan rancangan undang-undang di depan Parlemen atau bentuk komplain lain, ancaman dan tindakan hukum. Ini bisa dilaksanakan secara terpusat atau lokal, bisa juga berupa tindakan individu yang sepenuhnya independen.
Jika Flak dilakukan pada skala besar, atau oleh individu atau grup yang memiliki sumber daya yang besar, hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan dan sangat berakibat mahal buat media. Kedudukan perusahaan harus terus dipertahankan dan kadang juga di depan legislatif atau pun juga pengadilan. Para pengiklan dapat menghentikan dukungannya terhadap media tempat mereka memasang iklan jika media tersebut sering menimbulkan flak (kritik) terhadap berita atau program media tersebut. Para pengiklan mencari media yang bisa menjamin kelangsungan bisnis mereka.
5. Fifth Filter : Anticommunism as a Control Mechanism
(Saringan kelima : ” anticommunism “sebagai agama nasional dan mekanisme kontrol.
A final filter is the ideology of anticommunism. Communism as the ultimate evil has always been the specter haunting property owners, as it threatens the very root of their class position and superior status
The anti-Communist control mechanism reaches through the system to exercise a profound influence on the mass media. In normal times as well as in periods of Red scares, issues tend to be framed in terms of a dichotomized world of Communist and anti-Communist powers, with gains and losses allocated to contesting sides, and rooting for “our side” considered an entirely legitimate news practice.
The ideology and religion of anticommunism is a potent filter.
Filter terakhir adalah ideologi antikomunisme. Komunisme adalah momok yang sangat menakutkan bagi pemilik properti (public fear) , karena mengancam posisi dan status superior. Komunisme berpendapat untuk penghapusan semua milik pribadi, dan segala sesuatu yang dimiliki dimiliki oleh semua anggota masyarakat. Teori ini, bahwa semua properti dimiliki secara kolektif, menetapkan bahwa semua yang dibuat dan dimiliki seseorang juga secara kolektif dibagikan kepada orang lain.
Mekanisme kontrol anti-komunis menjangkau melalui sistem untuk melakukan pengaruh besar pada media massa. Pada masa Red Scares (ketakutan akan komunisme /Uni Soviet) atau pada saat perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet , masalah-masalah cenderung dibingkai dalam dikotomi antara dunia komunis dan Anti-komunis, dengan keuntungan dan kerugian diarahkan ke pihak-pihak yang berselisih, dan mendukung “pihak kita” dianggap sebagai praktik berita yang dianggap sepenuhnya sah.
Ideologi dan agama anti-komunisme adalah saringan yang hebat.
Pada masa perang dingin propaganda anti-komunis sering digaungkan. Tetapi dengan berakhirnya perang dingin di tahun 1991, maka anti-komunisme tidak banyak lagi digunakan sebagai bahan propaganda, boleh dibilang filter ini hilang, berganti dengan propaganda anti-terorisme setelah kejadian 11 September, dimana setelahnya Presiden George W. Bush langsung menyatakan “perang terhadap terorisme”.
These elements interact with and reinforce one another. The raw material of news must pass through successive filters, leaving only the cleansed residue fit to print. They fix the premises of discourse and interpretation, and the definition of what is newsworthy in the first place, and they explain the basis and operations of what amount to propaganda campaigns.
Element-element atau filter yang telah dijelaskan di atas saling berinteraksi dan memperkuat satu sama lain. Berita mentah terus melewati filter-filter berturut-turut, hanya meninggalkan sisa untuk dicetak. Mereka mengarahkan pemikiran dan interpretasi dan definisi apa berita yang layak diberitakan dan menjelaskan landasan dan operasi yang sebenarnya adalah kampanye propaganda.
Baca Juga :
0 Comments
Trackbacks/Pingbacks